How This Day

Rabu, 19 Februari 2014

BERDAMAI

"Entah mengapa manusia itu hobi nya suka mengeluh, apakah memang mengeluh sudah jadi bagian dari manusia? yang artinya jika demikian bukan manusia jika tidak penah mengeluh?"

Sudah hampir dua bulan skripsi yang aku kerjakan ini terbengkalai, awal bulan september tahun lalu sempat menggebu-gebu dengan planing bulan januari bisa sidang skripsi dan tanggal 14 februari kemarin bisa duduk di gedung Hj.Kartimi bersama-sama 31 teman lainya dalam sebuah acara spektakuler yudisium di kampus Biru Taman sari. 

Pagi tadi aku memabaca sebuah postingan di kaskus oleh seorang mahasiswa yang baru lulus tahun ini, dalam tulisanya dia mengatakan bahwa butuh 8,5 tahun atau 17 semester untuk menyelesaikan kuliahnya dan butuh waktu 2,5 tahun untuk bisa move on, fokus mengejakan skripsi.  Aku fikir itu lumrah, seseorang akhirnya mau segera menyelesaiakan skripsinya ketika dia sudah terlalu lama menyandang status mahasiswa calon sarjana S-1, selain faktor umur ada juga faktor lainya sepeti orang tua yang ingin anaknya bisa segera menyandang gelar sarjana dan memampang foto yudisiumnya di ruang tamu rumahnya, sehingga orang tua bisa menceritakan kepada keluarga dan tamu yang datang tentang anaknya yang sangat dibanggakan. 

Bisa fokus dalam keadaan apapun adalah sebuah anugerah yang sangat besar, karena tidak sedikit orang yang gagal dan menunda pekerjaanya karena ada gangguan ataupun masalah yang datang dari hal yang sepele sampai masalah yang besar bagi dirinya. 

Bagiku, Bandung dan Garut dalam 2 bulan belakangan ini artinya adalah pindah tidur, makan, dan aktivitas lainya kecuali mengerjakan skripsi. betapa sulitnya membuka skripsi padahal hanya membuka microsoft word dan mulai menulis, tidak seperti ketika aku dulu pertama kali belajar komputer, microsoft word adalah aplikasi office favorit karena semester kedua tahun 2003 itu aku kursus belajar ms.word di sekolah. 

Namun entah kenapa hari ini aku ingin menulis, walaupun bukan menulis skipsi, aku coba menulis blog yang sedang kalian baca saat ini. itulah ajaibnya menulis, kadang keinginan menekan tuts keyboard meluncur begitu saja. menulis kali ini seperti meminum segelas nutrisari dengan bongkahan es didalamnya setelah selesai jogging  mengelilingi track lari Saraga ITB.

Melihat teman-teman seangkatan kemarin bisa memakai toga adalah sebuah kebahagiaan sekaligus ada rasa sesal dan sedih. bahagia karena meeka bahagia di hari itu telah sukses menyelesaikan studinya di strata-1 perguruan tinggi. Namun disatu sisi ada rasa sesal karena harusnya aku lebih bekerja keras untuk bimbingan dan juga sedih karena belum bisa menempatkan orang tua dikursi kehomatan kelulusan anak nya.  

kemarin, sahabatku yang telah bekerja dan menjadi dosen di kampus almamaternya menceritakan pengalamannya ketika dulu dia sedang mengerjakan skripsi; satu hari dia mengahadap dosen untuk melakukan bimbingan, berjam-jam dia menunggu pembimbingnya, dan ketika bertemu sang dosen mengatakan bahwa dia tidak bisa bimbingan hari ini dan belalu begitu saja. bisa kalian bayangkan sendiri apa yang dirasakan!

Perjuangan ku dari pengajuan judul, konsultasi, sidang proposal, dan SK pembimbing ada sekitar 2 bulan lebih, tepatnya lebih 5 hari. dan untuk bisa bimbingan pertama dengan dosen pembimbing ada jeda waktu 1 bulan karena dosen yang ditunjuk untuk bimbingan sedang sibuk dan juga kabar yang kudapat beliau sedang sakit. 

Seharusnya perhitungan ku tidak meleset dan bisa lulus pada bulan februari tahun ini, namun apa mau dikata kehendak Tuhan yang maha kuasa tidak bertemu dengan usaha dan keinginanku saat ini. kesal, sedih, marah, menjadi satu  bagian dana ku fikir itu tak akan mengubah keadaan jika hanya terus seperti ini, memimpikan skripsi selesai dan dapat wisuda di bulan Agustus tanggal 30.

Akhirnya aku harus berdamai dengan diriku sendiri, melunturkan ego dan segala keluh kesah yang selama ini terus membisikan ku setiap hendak memulai kata dan kalimat. aku harus sadar, bahwa ini bukan soal beban orang tua, bukan sekedar orang-orang istimewa yang menyanyangiku, ini tentang diriku sendiri yang harus berjuang. Karena ketika aku berjuang dengan sungguh-sungguh, maka aku telah berjuang untuk mereka juga. 

"Berkeluh kesah itu manusiawi, namun yang membedakan dengan yang lainya ialah aku harus terus berjuang! karena perjuangan adalah spirit menuju kebahagiaan yang aku impikan".








1 komentar: