How This Day

Jumat, 16 Januari 2015

Dalam Naungan atap Sekolah

Suatu Hari di Pesantren Persatuan Islam 96...

Kepindahan dari sekolah sebelum nya sebenarnya tekesan mendadak. Saya, dengan predikat Murid (Santri) yang biasa saja secara prestasi akademik, perawakan kurus dan sering sakit-sakitan memutuskan (kembali) untuk pindah sekolah. Pindah ke PPI 96 Lempong

Pesantren yang terletak di desa Sukaraja ini memang tidak asing lagi, bagaimana tidak asing, dari zaman SD kelas lima disini lah tempat bermain bola dari sore sampai menjelang magrib. jika kalian pergi jalan-jalan ke kota Garut, tepat sebelum kalian memasuki Jl.Warung Peteuy ada tikungan exstream, nah coba tengok ke sebelah kanan jalan, ada bangunan sekolah berwarna cat hijau. itulah sekolah ku, Pesantren Persatuan Islam 96 Lempong.

Pertama masuk kelas pun sebagian teman sekelas disini tidaklah asing lagi, karena mereka pernah satu kelas dulu ketika Sekolah Dasar. Yang membedakan dengan sekolah sebelumnya ialah suasananya, karena disini tidak ada asrama. sehingga kegiatan belajar mengajar hanya dari pagi sampai dengan siang hari seperti sekolah umum lain nya.

Oya, upacara (bai'at) di sini dilakukan setiap hari Sabtu pagi, karena awal masuk sekolah setiap hari Sabtu sampai dengan hari Kamis, sedangkan Jum'at adalah hari libur. mungkin tidak aneh bagi kalian yang juga pernah merasakan pendidikan di Pesantren.

Saya tidak akan pernah lupa, pada Upacara (bai'at) pertama pada hari itu yang menjadi Pembina Upacaranya ialah Ust.Mikdad yang (dulu) masih menjabat sebagai mudir Mualimin/Aliyah. dengan batik khasnya, tentunya juga dengan perut yang masih (kedepan) alias masih gemuk.

Pada saat itu, saya rasa ada yang aneh dan janggal, pertama, karena upacara menggunakan bahasa arab sebagai bagian dari intruksi baris berbaris, misalnya jika kalian biasanya berteriak mengucapkan kata: "siap grak"!! dirubah menjadi: "Istiqomatan, ibda!". kemudian "lancang depan"! menjadi: "khudzu mikdari biaidikum, ibda!".

Yang kedua, bukan intruksi baris-berbaris yang menggunakan bahasa arab yang membuat janggal, karena Pesantren yang notabenya belajar bahasa arab dan mata pelajaran yang mayoritas berbahasa arab dalam keseharian tentunya sudah lumrah. namun yang membuat sedikit mengernyitkan dahi ialah; prosesi upacara yang kurang khidmat,dari mulai barisan yang tidak rapih, berbaris namun barisannya seperti memainkan permainan tetris dengan malas, saking malasnya susunan tetris itu ditumpuk seenaknya dan yang terjadi adalah game over.

Suasana upacara bertambah gaduh dan berisik seiring naiknya sinar matahari dari timur melewati deretan atap kelas satu dan dua Tsanawiyah, ditambah lagi murid-murid yang datang kesiangan dengan seenaknya datang sambil cengengesan, mengobrol dan bercanda dengan teman lainya. lengkap sudah, upacara hanya sekedar berdiri menunggu terbitnya matahari setelah itu bubar masuk ke kelas masing-masing.

Inilah yang saya ingat pada hari itu, amat jauh berbeda dengan suasana upacara yang dilangsungkan di Sekolah sebelumnya. bukan bermaksud merendahkan, namun perbandingan adalah salah satu metode penelitian yang digunakan untuk meningkatkan kapasitas, itulah sebabnya maka setiap sekolah ada kegiatan study banding. kita ambil kebaikan dimana kita melihat kebaikan untuk membuat kemajuan pada diri kita dan lingkungan kita.

Entah apa yang saya fikirkan pada waktu itu, yang jelas pemahaman saya disiplinya siswa dilihat ketika melakukan baris berbaris. coba kalian tebak apa yang selanjutnya terjadi?

Osis atau yang lebih dikenal disini dengan RG (Rizalul Ghad) atau UG (Ummahatul Ghad) diberikan keleuasaan untuk mengelola kegiatan ekstra kulikuler maupun soft skill siswa.

Gagasan-gagasan yang saya miliki mulai saya tuangkan melalui berbagai diskusi disetiap rapat RG/UG, bukan hanya tentang baris-berbaris, namun bagaimana agar potensi santri disini bisa dioptimalkan dengan baik. gayung bersambut, kawan-kawan lainnya sepakat dan mau membantu.

Ini berarti bukan hanya menjadi ide pibadi saya sendiri, melainkan telah menjadi ide dari KAMI, Pengurus RG/UG 2007. satu orang tidak cukup untuk membuat kebaikan, karena kebaikan itu harus dilakukan secara bersama-sama.

Butuh waktu satu bulan agar upacara sabtu pagi disini bisa rapih dan nyaman. bukan waktu yang sebentar, namun tidak lama juga.

Setiap kamis kami mengumpulkan santri-santri dari mulai kelas 1-3 Tsanawiyah, 1-2 Mualimin untuk melakukan gladi resik untuk upacara dihari sabtu, awalnya semua santri masih terlihat ogah-ogahan dan kaku karena belum terbiasa, namun lama kelamaan mereka bisa mengerti dan faham arti penting dari (hanya) sekedar baris bebaris.

Tidak ada lagi barisan yang acak-acakan, jangankan gaduh atau berisik, berdehem saja sepertinya mereka berfikir dua kali..hehe.

Kami membuat satgas (satuan tugas) yang bertujuan agar suasana baiat/upacara tetap kondusif dari awal acara sampai akhir, diantaranya menindak tegas siswa yang datang kesiangan. Pembacaan ikrar baiat yang sebelumnya hanya disampaikan dalam bahasa arab, kami tambah dengan terjemahan dalam bahasa indonesia agar para santri lebih menghayati dan faham akan ikrar yang mereka baca.

Pemimpin upacara kami jadwal dari kelas 3 tsanawiyah sampai dengan kelas 3 mualimin agar ada rasa memiliki dari setiap santri, karena biasanya pemimpin upacara hanya kelas dua atau tiga mualimin saja, dan orang nya itu-itu juga. Yah, ini salah satu bentuk kaderisasi agar setidaknya mereka bisa merasakan atmosfer khidmatnya upacara.

Ilustrasi Kegiatan baiat Sabtu PPI 96 Lempong
Saya masih ingat, setiap kali upacara/baiat harus meminjam mikrofon dari Masjid sekolah, karena ternyata RG/UG maupun sekolah belum punya. Namun alhamdulillah, diakhir kepengurusan, kami bisa mewakafkan satu set mikrofon beserta soundsistem hasil dari berbagai Usaha pengumpulan dana yang kami lakukan selama menjabat di RG/UG.

Kita pernah membuat acara nonton bareng film dokumenter tentang keajaiban semut Harun Yahya, selain itu kami menerbitkan dan menjual buletin yang kami beri nama adz-dzikr yang hasilnya kami kumpulkan untuk mendanai kegiatan-kegiatan RG/UG.

Sampai selepas kami meninggalkan bangku kelas tiga mualimin, baris berbaris di Pesantren Persis 96 Lempong masih terlihat rapih dan disiplin.

Itulah kawan, sepenggal kisah yang saya ceritakan, hanya sekedar mengingat kembali memori tentang indahnya masa SMA ketika kita mengisinya dengan semangat, menginspirasi dan melakukan kebaikan untuk diri kita dan orang lain.

Sebaik baiknya manusia ialah yang bisa bermanfaat untuk manusia lainnya.

AR.K




Tidak ada komentar:

Posting Komentar